Meskipun perihal waris masih tabu, penting bagi Anda untuk mengetahui cara menghitung harta warisan sesuai hukum waris di Indonesia.

Banyak yang beranggapan bahwa keuangan waris bisa diurus nanti, namun tidak ada yang tahu berapa panjang umur kita. Mencegah tentunya lebih baik daripada mengobati bukan?

 

Kasus Harta Warisan Berujung di Pengadilan

Memang betul bahwa urusan waris masih menjadi topik tabu di Indonesia, tak jarang masalah ini menyebabkan perpecahan bahkan perselisihan dalam keluarga.

Bahkan, dewasa ini, banyak kasus waris yang berujung di pengadilan.

Sebagai contoh, lihatlah kasus berikut ini:

TTS_ Menghitung Harta Warisan Berdasarkan Hukum Waris di Indonesia 02

[Baca Juga: Apa Akibat Tidak Merencanakan Waris? Yuk Ketahui Cara Menyiapkan Warisan Untuk Masa Depan]

 

Kasus ini sempat viral beberapa saat yang lalu, karena banyak yang tidak menyangka gara-gara warisan, seorang anak bisa tega menggugat ibu kandungnya sendiri.

Sumiati (70), warga Desa Ngablak, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, dituntut oleh anaknya sendiri, Emmy Asih dan Lalan Suwanto.

Bermula dari Sumiati yang tinggal di rumah seluas 1.300 m2 peninggalan suaminya bersama anak bungsunya yaitu Enik Murtini, suaminya Faisol, dan dua anak Enik.

Namun, sayangnya Enik terpaksa menggadaikan sertifikat rumah tersebut pada tahun 2013, karena butuh uang untuk modal usaha ternak ayam petelur.

Tidak disangka, pada Mei 2017 kedua anak Ibu Sumiati lainnya, Emmy Asih (53) dan Lalan Suwanto (41) menggugat Sumiati dan Enik Murtini di Pengadilan Negeri Ngasem Kediri dengan alasan penggadaian sertifikat tanah dan rumah.

Mereka menilai tidak adil bahwa hanya Enik yang menikmati warisan peninggalan ayahnya, sementara mereka tidak dapat bagian.

Nah, agar tidak ada kasus atau masalah seputar harta warisan, Finansialku akan menjabarkan bagaimana cara menghitung harta warisan berdasarkan hukum waris di Indonesia.

 

Hukum Waris di Indonesia

Memang betul bahwa sebaiknya perihal waris dapat diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan. Tetapi, nyatanya kasus tadi hanyalah satu dari banyak kasus serupa yang sudah umum terjadi.

Oleh karena itulah terdapat hukum waris yang berlaku secara legal di Indonesia, yang dapat Anda aplikasikan menyangkut perhitungan dan pembagian serta gugatan waris.

Hukum waris merupakan aturan yang diberlakukan agar proses pembagian harta warisan berjalan lancar.

TTS_ Menghitung Harta Warisan Berdasarkan Hukum Waris di Indonesia 03

[Baca Juga: Rest In Debt : Meninggal dan Mewariskan Utang, Apa Solusinya?]

 

Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, seorang ahli hukum Indonesia, definisi hukum waris adalah peraturan seputar posisi kekayaan seseorang manakala pewaris sudah meninggal dunia. Pun diartikan sebagai cara beralihnya harta kepada ahli waris.

Sementara itu, dasar hukum waris di Indonesia terdiri dari 2 yaitu berdasarkan agama dan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Untuk lebih jelasnya, mari melihat kedua hukum waris tersebut lebih mendalam:

 

#1 Hukum Waris menurut Agama

Di Indonesia pembagian harta warisan menurut agama Islam diatur berdasarkan surat An-Nisa ayat 11-12 dalam Al-Quran dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, ada 229 pasal yang menulis seputar pewarisan harta menurut Islam.

Melansir dari Kantorpengacara.co, aturan pembagian warisnya dilandaskan pada Alquran Surat An-Nisa ayat 7, 11, 12, 33, dan 176 serta Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991.

Surat An-Nisa ayat 11 mengatur tentang bagi warisan menurut hubungan darah. Dalam surat ini tertera bahwa:

  • Anak laki-laki mendapatkan harta warisan dua kali anak perempuan;
  • Dua orang anak perempuan memperoleh masing-masing 2/3 dari harta;
  • Jika pewaris hanya punya satu orang anak perempuan, ia berhak memperoleh setengah dari harta pewaris;
  • Jika pewaris memiliki saudara, ibunya berhak menerima 1/6;
  • Jika pewaris tidak mempunyai anak atau saudara kandung, 1/3 harta jatuh ke tangan ibunya.

Menurut Moneysmart.id, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 menjelaskan bahwa:

  • Menurut hubungan darah, ahli waris dari golongan laki-laki meliputi ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek. Sementara dari golongan perempuan meliputi ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
  • Kalau semua ahli waris masih ada, yang berhak mendapat warisan hanya anak, ayah, ibu, janda, atau duda.

  • Anak perempuan yang cuma seorang diri berhak dapat warisan separuh bagian.
  • Anak perempuan berjumlah dua atau lebih berhak dapat dua pertiga bagian.
  • Anak perempuan bersama anak laki-laki maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.
  • Ayah mendapat sepertiga bagi kalau pewaris tidak meninggalkan anak. Kalau ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.
  • Ibu mendapat seperenam bagian kalau ada anak atau dua saudara atau lebih. Kalau tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, ia mendapat sepertiga bagian.
  • Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisi sesudah diambil janda atau duda kalau bersama-sama dengan ayah.
  • Duda mendapat separuh bagian kalau pewaris tidak meninggalkan anak dan kalau pewaris meninggalkan anak, duda mendapat seperempat bagian.
  • Janda mendapat seperempat bagian kalau pewaris tidak meninggalkan anak dan kalau pewaris meninggalkan anak, janda mendapat seperdelapan bagian.
  • Kalau seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian.
  • Kalau mereka itu dua orang atau lebih, mereka bersama-sama dapat sepertiga bagian.
  • Kalau seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah yang mana ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, ia mendapat separuh bagian.
  • Kalau saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian.
  • Kalau saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.

  • Ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan kewajiban maka buatnya diangkat wali menurut keputusan Hakim atas usul anggota keluarga.
  • Ahli waris yang meninggal lebih dulu dapat digantikan anaknya.
  • Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
  • Anak yang lahir di luar perkawinan cuma mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.

 

#2 Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) juga mengatur mengenai perhitungan harta warisan dan siapa yang berhak menerimanya berdasarkan pasal 843 yang menjabarkan:

  • Golongan I: keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang hidup lebih lama.
  • Golongan II: keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang tua dan saudara beserta keturunannya.
  • Golongan III: terdiri dari kakek, nenek, dan leluhur.
  • Golongan IV: anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga lainnya hingga derajat keenam.

  • Mencoba melakukan pembunuhan terhadap pewaris;
  • Menghalangi pewaris untuk membuat surat wasiat mengenai warisan atau mencabutnya dengan sewenang-wenang hingga timbul tindak kekerasan;
  • Merusak, memalsukan, atau menggelapkan surat wasiat serta;
  • Pernah melakukan fitnah pada pewaris sehingga diputus oleh hakim.

Melansir dari Moneysmart.id, berikut perhitungan harta warisan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata):

  • Suami atau istri dan anak-anak yang ditinggal mati pewaris mendapat seperempat bagian.
  • Kalau pewaris belum punya suami atau istri dan anak, hasil pembagian warisan diberi ke orang tua, saudara, dan keturunan saudara pewaris sebesar seperempat bagian.
  • Kalau pewaris tidak punya saudara kandung, harta warisan dibagi ke garis ayah sebesar setengah bagian dan garis ibu sebesar setengah bagian.
  • Keluarga sedarah dalam garis atas yang masih hidup berhak menerima warisan sesuai dengan ketentuan yang besarannya setengah bagian.

 

Sudahkah Anda Mempersiapkan Perhitungan Warisan?

Setelah Anda membaca kasus di atas, maka Anda sudah siap melaksanakan perhitungan warisan dengan tepat dan sesuai hukum yang berlaku.

Dengan demikian, Anda bisa menghindari kasus gugatan warisan seperti dalam kasus di awal tadi.

Tidak seperti perencanaan waris konvensional, perencanaan warisan kini sudah dapat Anda susun sebelum Anda meninggal dunia.

Umur ideal untuk memulai melakukan perencanaan warisan adalah pada saat sudah mulai stabil secara finansial, yaitu usia 40-45 tahun.

Penasaran mengenai perencanaan warisan, cobalah baca artikel berikut ini:

Segera Lakukan Perencanaan Waris, agar Pewaris dan Ahli Waris Tenang

 

Semoga Anda memperoleh info yang bermanfaat dari artikel ini!

 

Apakah Anda memiliki pertanyaan mengenai perhitungan harta warisan berdasarkan hukum waris di Indonesia lainnya? Tinggalkan komentar Anda di bawah.

Bagikan artikel ini pada rekan-rekan Anda yang membutuhkan.

 

Sumber Referensi:

  • Andhika Dwi Saputra. 20 September 2017. Gara-gara Warisan, Anak Tega Gugat Ibu Kandung. News.detik – http://bit.ly/2sLr9yF
  • Admin. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. M.hukumonline.com – http://bit.ly/2OU0t7t
  • Boby. 20 Juli 2019. Begini Cara Hitung Pembagian Harta Warisan berdasarkan Hukum-Hukum yang Berlaku. Moneysmart.com – http://bit.ly/2PlXlR1
  • Admin. 17 Mei 2018. Pengertian & Dasar Hukum Pembagian Harta Warisan-Pengacara Waris. Kantorpengacara.co – http://bit.ly/2RvXT9o
  • Admin. 28 Mei 2008. Bagaimana Membagi Waris Menurut KUH Perdata?. Nasional.kompas.com – http://bit.ly/369ePa8

 

Sumber Gambar:

  • Harta Warisan 01 – http://bit.ly/2RriX0Q
  • Harta Warisan 02 – http://bit.ly/2sLr9yF
  • Harta Warisan 03 – http://bit.ly/2rZQAfL